ya….aku lagi tidur saat itu di tempat tidur di suatu ruangan yang sempit mirip gudang [setidaknya berukuran dua kali tiga meter persegi]

tidur dan tidur…..

Tempat tidur itu kecil

dan di sebelahnya terdapat meja besar yang di atasnya banyak kerdus-kerdus berisi buku-buku pelajaran

Kira-kira ada 4 kerdus di atas meja tersebut

dan di samping meja tersebut banyak sekali kotak-kotak besar [serupa kerdus] dari kayu

”Dik!!!!”

[suara ibu memanggilku]

[suara yang ketakutan,,,,suara yang penuh dengan kecemasan,,,,suara yang terengah-engah sehabis berlarian]

aku ga sadar…

aku hanya ingin menikmati tidurku saat itu

tidur dan tidur!

tapi entah kenapa….

saat itu aku tergerak untuk membuka mataku sedikit saja

…………..

dan ya!

aku merasa penting untuk membuka mataku……..

air sudah hampir menggenangi tempat tidurku

”banjir?”

”ga mungkin!!!masa’ daerah seperti ini bisa banjir?”

aku tetep ga sadar….

”dasar tukang mimpi!!!!”

dan aku merebahkan tubuhku lagi! [dudul banget de gue saat itu!!!bodoh!bodoh!]

mmm….

“gawat!”

aku membuka mataku lagi….

dan keadaan masih sama seperti yang aku lihat tadi

”ga mimpi ni!”

”Dik!!!!!”

[suara ibu makin ketakutan….]

[jujur saat itu aku ingin menangis,,,,,aku gak pernah ngedenger ibu bersuara parau seperti itu seolah-olah segala macam perasaan sedih, takut, kacau menyelimuti dirinya]

[”ibu…kenapa?”]

Ibu dan bapak datang…..bajunya basah….[kena air]

ibu merangkulku…dipeluknya aku dengan erat….

beliau menangis…..

menangis

dan menangis sedih

”ibuku…….”

bapak menundukkan kepala

dan merangkul erat aku dan ibu…

”kenapa, Pak?”

”Kita ga mungkin bisa keluar dari sini….” bapak masih merangkulku dengan sambil mencoba berucap sedikit demi sedikit

”Semuanya di luar sudah hanyut!”

”Kita bisa diam saja di sini,,,,,pasrah” kata Bapak

”Bagaimanapun situasi kita saat ini, alhamdulilah mbak ririn [itu nama kakakku] ga berada di sini, alhamdulilah mabak ririn masih di Bandung…..” ibu gemetar

”Kita hanya bertiga……kita pasrahkan semuanya ke Allah ya, dik” rangkulan ibu makin kuat….tapi aku sadar, yang jelas saat itu ibu menangis terisak-isak dan bapak pun [baru kali ini] menunjukkan tangisannya saat itu

i had just realized!

air makin lama makin tinggi dan makin menggenangi ruangan itu.

aku lagi ga bermimpi! ini saatnya tsunami datang…

dan aku, ibu, dan bapak sudah ga bisa berbuat apa-apa

”Tsunami, bu?”tanyaku memastikan

Ibu dan bapak mengangguk.

air makin tinggi, bahkan tempat tidurku sudah tertutup oleh air.

kertas-kertas hanyut

semuanya hanyut

meja tulis pun hampir tidak nampak

”ayo! kita ga mungkin pasrah begitu saja!” bapak mencoba menghibur

“Kita bisa naik meja dan diam di atas kerdus-kerdus itu! Setidaknya kita berusaha!”

aku tahu itu impossible…..

tapi ’setidaknya kita berusaha!’

kita bertiga menyusun semua barang-barang sehingga kita bertiga bisa berada di atas barang-barang tersebut

aku naik terlebih dahulu

kemudian ibu

dan terakhir bapak

aku tahu air makin tinggi….

dan kita hanya bertumpu pada kotak-kotak besar dari kayu [ setidaknya ada 4 kotak] dan 4 kerdus dari karton biasa yang berisi buku-buku.

kami bertiga saling memegang tangan masing-masing

”Coba telpon mbak ririn…..” suruh bapak kepadaku [saat itu aku memang lagi pegang handphone]

aku menekan tombol handphone, menghubungi mbak ririn…..

tapi gak bisa…..

[Maaf nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar area, silahkan menghubungi nanti]

”Sudahlah, ga usah kalo gak bisa, jangan biarkan mbak ririn deg-degan di Bandung sana….biar kita bertiga saja yang menghadapi semua ini….!” ibu berucap…..

”Bu,,,,maafin dik ya…..ini mungkin akhir keluarga kita…..nyuwun duko dik selama ini banyak buat kesalahan sama ibu bapak”

”Sama-sama ya dik, bu!” kata bapak

”Bu, pak,,,,,alhamdulillah ya mbak ririn ga pulang kampung bareng dik kemarin! kalo mbak pulang, mungkin mbk juga bakal ada bareng kita disini, alhamdulillah mbak ririn selamat di Bandung”

Ibu makin menitikkan air mata, bapak hanya menundukkan kepala

”Ibu dan bapak kangen ya sama mbak ririn?” tanyaku

”Mbak ririn di Bandung baek-baek aja ko bu, pak!”aku coba menghibur kedua orangtuaku

[tapi aku ga akan bisa ketemu mbak ririn lagi! meskipun kadang aku bertengkar dengan mbak ririn, aku sadar mulai saat ini aku akan sangat kehilangan dia….aku ga akan ketemu dia lagi!!!]

Air sudah sampai pada kotak kayu besar yang ketiga. Dari ruang itu terdengar suara tangis manusia-manusia di luar sana. Banyak terdengar suara-suara yang melantunkan nada istighfar…..Dan terdengar keras pula suara tsunami yang terus terusan menghantam rumah kami saat itu.

Aku sadar jika air sudah sampai pada kotak kayu besar yang keempat, dan air masih terus menerus naik, maka tamatlah riwayat kami bertiga…..karena tentu saja keempat kerdus tidak akan mamapu melawan air tsunami yang berwarna kecoklatan itu…..dan nantinya kami akan menikmati rasanya tenggelam dalam air……

pemikiranku tadi ternyata menjadi kenyataan…tsunami gak mau kalah, dia ingin melahap semuanya……melahap kami bertiga!!!

“Baca istighfar yang banyak ya, dik!” suruh ibu. Kami bertiga masih berpegangan tangan masing-masing. Kali ini makin erat dan makin erat.

”Mbak ririn……”

”Eyang Uti…..”
”Eyang Iyut….”
”Om Didit….”

”Bude Etin….”

”pakde Kasdi….”

”Mas Arif…..”

”Mbak Ika….”

aku coba mengabsen satu persatu keluargaku dalam hati…..

Keempat kerdus sudah terlahap tsunami. Kini tinggal kepala kami yang masih muncul…Kami bertiga berusaha mengambil napas sebanyak-banyaknya. kami bertiga mencoba bertahan…..

Ibu sudah hampir kelelep……ibu susah untuk bernapas…….

”Bu, dik andin sayang ibu!!!! Bertahanlah, bu!!!”

ibu gak akan mungkin bertahan….

tapi harus bertahan, bu…..

bapak mulai kecapaian untuk bertahan…..kita bertiga mulai kelelep

”Mbak ririn……”

”Eyang Uti…..”
”Eyang Iyut….”
”Om Didit….”

”Bude Etin….”

”pakde Kasdi….”

”Mas Arif…..”

”Mbak Ika….”

”Om Didit….”

”Mas Arif…..”

[istighfar…]

”Mbak ririn……”

”Eyang Uti…..”

”Mbak Ika….”

[istighfar…]

”pakde Kasdi….”

”Eyang Iyut….”

”Mbak ririn……”

[istighfar…]

”Mbak ririn……”

”Mbak ririn……”

”Mbak ririn……”

[istighfar…]

”Mbak ririn……”

”Ibu……”

”Bapak…..”

[istighfar…]

”Bapak…..”

”Ibu……”

”Ibu……”

”Mbak ririn……”

”Ibu……”

[istighfar…]

”Bapak…..”

”Mbak ririn……”

”Eyang Uti…..”
[istighfar…]

Kita sudah benar-benar kelelep……..

wajah ibu……

wajah bapak……

[istighfar…]

…………………………………..

………………………………………

……………………………………………

[ini adalah mimpiku]

[mimpi yang akan selalu kuingat]

[karena aku menatap akhirku sendiri…]

[karena saat itu aku bener-bener dapat melihat jelas wajah ibu dan wajah bapak saat tsunami sudah melahap kami dalam 10 detik]

[ibu kebingungan]

[bapak tersenyum]

[ibu tersenyum kemudian]

[bapak pasrah]

[kedua orang tuaku pasrah]

[tolong,,,,,,aku hanya manusia kecil]

[tolong,,,,,,biarkan mimpiku tadi hanya sebatas mimpi]

[karena aku sudah cukup ketakutan sampai sekarang]

[istighfar…]